Washington DC – Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Ukraina Zelensky di Gedung Putih pada Jumat, 28 Februari 2025, menjadi sorotan dunia. Alih-alih memperkuat kerja sama strategis, diskusi yang berlangsung selama 139 menit itu berubah menjadi perdebatan sengit yang memperlihatkan retaknya hubungan kedua negara. Agenda utama mengenai eksplorasi mineral langka dan dukungan AS terhadap Ukraina dalam konflik melawan Rusia berakhir tanpa kesepakatan.

Awal yang Penuh Harapan

Zelensky tiba di Gedung Putih dengan sambutan resmi dan suasana penuh kehangatan. Sebagai tanda persahabatan, ia memberikan sabuk juara tinju khas Ukraina kepada Trump. Dalam pernyataan awalnya, Zelensky menyampaikan harapan agar pertemuan ini dapat memperkuat hubungan bilateral. Namun, suasana berubah ketika diskusi mulai menyentuh isu sensitif terkait konflik Rusia-Ukraina.

Trump, dengan gaya khasnya yang tegas, langsung menyoroti besarnya bantuan finansial dan militer yang telah diberikan AS kepada Ukraina. “Kami telah menghabiskan miliaran dolar untuk membantu Anda, tapi apa yang kami dapatkan sebagai imbalannya?” ujar Trump dengan nada keras. Zelensky merespons dengan menegaskan bahwa bantuan tersebut bukan hanya untuk Ukraina, tetapi juga untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang dijunjung tinggi oleh dunia Barat.

Ketegangan Meningkat

Ketegangan semakin memuncak ketika Wakil Presiden AS JD Vance menyarankan agar Ukraina mulai mempertimbangkan negosiasi damai dengan Rusia. Saran ini ditolak tegas oleh Zelensky, yang menganggap Presiden Rusia Vladimir Putin tidak dapat dipercaya setelah invasi brutal yang telah menghancurkan banyak wilayah Ukraina. “Bagaimana kami bisa berdamai dengan seseorang yang telah membunuh rakyat kami?” tanya Zelensky dengan nada emosional.

Trump kemudian melontarkan kritik tajam kepada Zelensky, menuduhnya menggunakan konflik untuk menarik simpati internasional tanpa menawarkan solusi konkret. “Anda datang ke sini hanya untuk meminta lebih banyak uang dan senjata tanpa rencana nyata untuk perdamaian,” sindir Trump.

Diskusi semakin panas ketika Trump menyebut kebijakan pemerintahan sebelumnya—khususnya di bawah Joe Biden—terhadap Ukraina sebagai langkah “ceroboh” yang tidak menguntungkan Amerika Serikat. Zelensky membalas dengan menyebut dukungan AS sebagai elemen kunci dalam perjuangan Ukraina melawan agresi Rusia.

Kesepakatan Gagal Dicapai

Akibat ketegangan tersebut, agenda utama pertemuan—penandatanganan kesepakatan eksplorasi mineral langka Ukraina—tidak terlaksana. Bahkan, konferensi pers bersama yang telah direncanakan dibatalkan secara mendadak oleh pihak Gedung Putih.

Usai pertemuan, Trump mengunggah pernyataan melalui media sosialnya, menyebut Zelensky sebagai pemimpin “tidak siap untuk perdamaian” dan menyarankan agar Ukraina mengubah pendekatannya jika ingin terus mendapat dukungan dari Amerika Serikat. “Kami mendukung perdamaian, bukan perang tanpa akhir,” tulis Trump dalam unggahannya.

Sementara itu, Zelensky juga memberikan tanggapan kepada media internasional setelah meninggalkan Gedung Putih. Ia menegaskan bahwa Ukraina akan terus berjuang mempertahankan kedaulatannya meskipun dukungan dari sekutu-sekutunya mulai goyah. “Kami tidak akan menyerah pada tekanan apa pun,” tegasnya. (ISL)

Share.

Comments are closed.